BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada mulanya sistem telepon bergerak
menggunakan sebuah stasiun pemancar di tempat yang tinggi dan berada di
tengah-tengah wilayah pelayanan. Masalah pertama yang dihadapi sistem ini
adalah keperluan akan menara antena yang tinggi. Sistem ini juga memiliki
kapasitas pelayanan yang relatif kecil karena terbatasnya kanal frekuensi yang
tersedia. Masalah lain adalah sistem ini harus mempunyai daya pancar antena
yang besar untuk menjangkau wilayah yang cukup luas. Masalah-masalah tersebut
dapat diatasi dengan membagi-bagi wilayah cakupan menjadi beberapa wilayah yang
kecil (sel).
Pada umumnya layanan sistem
komunikasi wireless tersusun dari bagian-bagian area layanan kecil yang dikenal
dengan sel. Masing-masing sel memiliki alikasi jalur frekuensi operasi tertentu
sebagai media penyampai informasi antar pemakai. Permasalahan akan muncul
ketika bagaimana merencanakan sel-sel agar menjadi efektif terhadap wilayah
cakupan yang direncanakan.
Dengan penerapan konsep selular ini,
diharapkan kapasitas pelayanan dan sistem menjadi bertambah. Hal ini
dimungkinkan karena adanya pengulangan kembali kanal frekwensi yang sama secara
berulang, sehingga BTS (Base Transceiver Stasions) yang terpisah pada jarak
yang memenuhi carrier to interference ratio (C/I) tertentu dapat
menggunakan kanal frekwensi yang sama. Disamping itu, karena wilayah cakupan
suatu sel relatif kecil, sehingga tidak diperlukan daya pancar yang tidak harus
besar.
1.2. Rumusan Masalah
Mengacu pada
permasalahan di atas maka rumusan masalah yang ditekankan pada penulisan ini
adalah :
â Bagaimana
kebutuhan trafik pada STBS GSM di wilayah kota Malang pada tahun 2000 ?
â Berapakah
jumlah sel yang dibutuhkan untuk melayani trafik tersebut ?
â Alokasi
frekuensi yang digunakan pada setiap sel
I.3. Batasan Masalah
Batasan-batasan
yang dibuat pada Struktur dan Perencanaan Sel ini adalah:
ã Sistem
dirancang untuk memenuhi kebutuhan sampai tahun 2000
ã Perkiraan
jumlah pelanggan merupakan asumsi yang didasarkan pada pertumbuhan jumlah
pelanggan telepon tetap sampai tahun 2000
ã Pembahasan
hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan
penenpatan BTS
ã Tidak
membahas mengenai komunikasi data dalam jaringan SBTS GSM
ã Tidak
membahas mengenai sistem persinyalan
ã Tidak
membahas mengenai peralatan radio komunikasi dalam jaringan STBS GSM
1.4. Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah :
â Untuk
memberikan penjelasan mengenai sel pada sistem komunikasi bergerak.
â Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Bergerak.
I.5. Metodologi
Metodologi
yang digunakan adalah :
ã Studi
Literatur : Mengumpulkan bahan-bahan (literatur) tentang permasalahan yang akan
dikaji dan dapat digunakan sebagai acuan, yang berupa buku-buku, makalah
seminar, majalah, laporan penelitian dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan dasar teori tentang sistem telekomunikasi bergerak seluler dan
digital GSM
ã Pengumpulan
data : untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untuk perencanaan jaringan,
yaitu
+ spesifikasi GSM
+ peta wilayah kota Malang
+ data tentang pertumbuhan pelanggan
telepon tetap (PSTN) di wilayah kota Malang sampai tahun 2000
+ sistem penomoran STBS di Indonesia
ã Analisa
data dilakukan dengan mengolah data-data yang diperoleh untuk menentukan
parameter-parameter yang diperlukan dalam merencanakan suatu jaringan seluler
GSM yang sesuai untuk wilayah kota Malang, antara lain perkiraan jumlah
pelanggan yang akan dilayani oleh jaringan tersebut, penentuan kapasitas
trafik, penentuan jenis sel yang digunakan dan lokasi penempatan BTS.
ã Penyimpulan
dilakukan berdasarkan hasil analisis data, dan diharapkan dapat dijadikan acuan
dan dasar untuk membangun jaringan seluler GSM yang sesungguhnya di nwilayah
kotamadya Malang.
BAB II
STRUKTUR DAN PERENCANAAN SEL
Dasar Teori
2.1. Konsep Seluler
Sistem
radio seluler membagi wilayah layanan dalam beberapa daerah layanan yang kecil
(sel) yang tersusun sedemikian rupa sehingga mencakup seluruh wilayah layanan.
Agar sel-sel tersebut tersusun secara sistematis, maka harus mempunyai bentuk
sel yang sama dan beraturan. Bentuk sel tersebut terdapat dalam bermacam-macam
pola geometris sel, namun yang paling dikenal adalah bentuk segienam sama sisi
(heksagonal),dan sel ideal berbentuk lingkaran.
Gambar 2.1.
Bentuk Sel
Secara
prinsip bentuk sel yang sebenarnya tergantung pada keadaan geografis sehingga
membentuk suatu sel yang tidak beraturan. Tetapi untuk membermudah perencanaan
dan pertimbangan ekonomis maka bentuk sel hexagonal merupakan bentuk yang
paling cocok dalam sistem radio seluler. Hal ini disebabkan sel heksagonal
memerlukan jumlah yang lebih sedikit untuk mencakup suatu wilayah layanan
dibandingkan dengan bentuk-bentuk sel lainnya.
Untuk
mendapatkan suatu perencanaan seluler yang optimal maka perlu dipertimbangkan
pengukuran sel yang akan diterapkan. Ukuran dengan radius sel yang besar akan
membutuhkan daya pancar yang besar dan lalulintas yang ditangani BS akan besar.
Dengan radius sel yang kecil maka kapasitas lalulintas jaringan akan bertambah
sehingga daya pancar yang dibutuhkan menjadi kecil tetapi akan sering terjadi
proses handover karena radius sel kecil serta jumlah BS yang banyak. Karena itu
untuk mendapatkan suatu jaringan seluler yang optimal diperlukan adanya suatu
pengaturan ukuran sel, sesuai dengan letak geografis dan kepadatan lalulintas
komunikasi.
2.2. Struktur
Sel
Ada
beberapa struktur sel yang dipakai pada sistem radio seluler sesuai dengan
keadaan trafik pada daerah layanan, yaitu :
ò
Large cell
(Macro cell) yang diterapkan untuk daerah layanan yang luas denga
kapasitas lalulintas rendah (rural area). Sel ini mampu meliput daerah cakupan
sampai dengan radius 30 km.
ò
Small cell yang dapat
memberikan layanan untuk lalulintas yang cukup tinggi, dengan daerah cakupan
sampai 10 km.
ò
Micro cell dengan
satu dimensi (untuk daerah sepanjang pelabuhan dan jalan raya) dan micro cell dengan dua dimensi (untuk
daerah yang mempunyai blok-blok seperti disekeliling gedung-gedung tinggi).
Jenis sel ini digunakan untuk melayani daerah dengan lalulintas yang sangat
tinggi dan mempunyai daerah cakupan pada radius 1 km.
ò
Pico cell yang
digunakan untuk melayani lalulintas yang ada didalam gedung (indoor) dengan
radius daerah cakupan 30 m.
2.3. Perencanaan
Sel
Untuk
membangun suatu sel jaringan GSM yang optimum dalam suatu daerah diperlukan
adanya suatu studi trafik dan analisa cakupan. Langkah ini akan membantu dalam
penentuan lokasi-lokasi site dari suatu cakupan dan kapasitas pelanggan dalam
site tersebut. Hasil studi dan analisa tersebut berbentuk data-data yang
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: topografi, morfologi, keadaan
tanah, tingkat kepadatan/kesibukan, jalur frekuensi yang tersedia, kulitas
suara, kualitas layanan.
Dalam
perencanaan tersebut memerlukan bentuk data khusus untuk mewujudkan hasil
perhitungan dari perkiraan daerah yang akan digunakan, yaitu:
2.3.1. Morphostructures Database
Morphostructures merupakan pengaruh medan
listrik (dB) terhadap lingkungannya yang didefinisikan dalam 13 bagian:
+ Large City :
Daerah gedung bertingkat lebih dari 10 lantai
+
Medium City
I : Daerah gedung bertingkat
sekitar 7 lantai, dengan lebar jalan sekitar 13 meter
+
Medium City
II : Daerah gedung
bertingkat sekiatar 7 lantai, dengan lebar jalan 30 meter.
+
Small City
I : Daerah
gedung bertingkat 5 lantai, dengan lebar jalan 20 meter.
+
Small City
II : Daerah
industri.
+ Suburban I :
Daerah perumahan dengan pepohonan.
+ Suburban II :
Daerah perumahan.
+ Village :
Daerah perkampungan.
+ Agriculture :
Daerah pertanian/terbuka sebagian.
+ Low Tree Density : Daerah
terbuka dengan pepohonan.
+
Deep Forest : Hutan lebat.
+ Water : Daerah
perairan (sungai, danau dan laut)
+ Open Area :
Daerah terbuka dengan radius lebih dari 1 Km.
2.3.2 Numerical
Terrain Model (NTM)
NTM
menunjukkan bentuk permukaan suatu daerah atau tinggi rendahnya permukaan suatu
daerah diatas permukaan laut yang disebut juga topografi.
2.4. Pemecahan Sel dan Sektorisasi Antena
Ketika
jumlah pelanggan mengalami pertambahan dan mendekati angka mksimum dari jumlah
pelanggan yang dapat dilayani oleh sebuah sel, maka sel akan dipecah menjadi
bentuk sel yang lebih kecil. Tiap sel dari pecahan ini, mampu mendukung jumlah
pelanggan yang sama dengan asalnya. Suatu hal yang perlu dilakukan dalam
pemecahan sel adalah pengurangan daya output
pemancar BS yang dimaksudkan untuk meminimisasi gangguan antar kanal frekuensi,
yaitu gangguan antara sel yang bersebelahan dan bekerja pada kanal yang sama.
Dalam GSM,
omni biasanya digunakan untuk daerah dengan kepadatan jalur komunikasi yang
rendah. Suatu omni sel memerlukan antena yang lebih sedikit sehingga biaya yang
dibutuhkan akan lebih sedikit dibandingkan sektor sel yang membutuhkan lebih
banyak antena. Pemakaian omni sel sangat mudah berinterferensi karena pola
pancaran sinyalnya menyebar ke segala arah di sekitar sel.
Selain
pemecahan sel dan untuk mengurangi interferensi seperti pada omni sel serta
untuk memenuhi peningkatan jalur komunikasi, maka digunakan sektorisasi antena
( sektor sel). Dalam hal ini tidak perlu mengganti sistem antena melainkan
mensektorisasi dari bentuk sebelumnya yang menggunakan tiga antena yang
dihubungkan secara lansung yang menghasilkan pola radiasi pseudo-omni. Tentunya
setiap pola radiasi tidak akan tetap seperti bentuk omni aslinya. Jenis
sektorisasi yang dapat dilakukan yaitu 2 sampai 6 sektor.
Gambar 4.2 Pola pancaran antena.
Contoh antena yang digunakan adalah Celwave PRT 914 (lihat
lampiran). Kemungkinan untuk memodifikasi sudut menurut arah reflektor bisa
dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Tabel berikut menunjukkan penguatan antena
untuk sudut yang ditentukan:
600
|
900
|
1050
|
1200
|
15 dBi
|
14 dBi
|
13.5 dBi
|
12.5 dBi
|
Tabel 2.1 Penguatan antena PRT 914 sesuai dengan pengaturan sudutnya
Sangat
bermanfaat jika memiringkan arahpola pancaran antena kebawah pada sudut
tertentu, karena batas pancaran sinyal antena akan tetap berada di daerah
jangkauannya dan mengurangi gangguan pada kanal sel sekitarnya. Ketika pola
pancaran diturunkan, kuat pancaran diterima oleh MS yang cukup jauh akan
berkurang. Dari dua cara tersebut yang bisa digunakan pada jaringan adalah
sebagai berikut :
ã
Electrical tilt mempengaruhi secara langsung
pada kedua kutub pancaran, artinya pola horizontal diarahkan seluruhnya (360),
biasanya sudut kemiringan adalah 5.
ã
Mechanical tilt berfungsi secara langsung
pada antena sesuai dengan spesifikasi rancangan peralatan kemiringan, biasanya
berkisar antara 3 sampai 10.
2.5. Frekuensi
Jalur
frekuensi yang digunakan untuk operasional GSM yaitu untuk proses uplink (MS ke BS) adalah 890 MHz s/d 915
MHz dan untuk proses downlink (BS ke
MS) adalah 935 MHz s/d 960 MHz.
Jumlah
kanal GSM yang tersedia adalah 49, sesuai dengan jarak antar kanal yaitu 200
KHz (kanal 1 frekuensi tengahnya 890,2 MHz dan kanal 49 frekuensi tengahnya
944,8 MHz). Nomer kanal adalah parameter yang sangat penting bagi perencanaan
jaringan selama kemungkinan adanya gangguan yang mempengaruhi frekuensi yang ditentukan.
Dalam
sistem telepon radio selular bila dikehendaki kapasitas langganan yang besar
maka akan dibutuhkan jalur frekuensi yang besar, sebaliknya apabila diinginkan
penghematan pemakaian jalur frekuensi maka kapasitas akan turun. Untuk
menangani peningkatan kapasitas pelanggan dan penggunaan jalur frekuensi secara
efektif, maka dipakai metode pengulangan frekuensi (frekuensi reuse).
Pengulangan
frekuensi didasarkan pada penggunaan kanal radio yang mempunyai frekuensi
pembawa yang sama untuk melayani daerah yang berbeda dan terpisah satu dengan
yang lainnya oleh suatu jarak tertentu sehingga dapat menghilangkan gangguan
karena panggunaan kanal bersama.
Gambar 2.3
penentuan jarak Pengulangan Frekuensi.
Keterangan :
ò Jarak
rata-rata reuse adalah dari titik dengan
notasi yang sama
ò Sel
dengan notasi yang sama menggunakan kanal frekuensi yang sama pula
Misalkan
jarak minimum dari dua sel yang menggunakan kanal bersama C dan jari-jari dari
sel (hexagonal) adalah r, seperti ditunjukkan pada gambar 2.3, maka besarnya C
adalah:
Dimana N
adalah pola reuse ( jumlah sel dalam satu kelompok/cluster), pada gambar diatas
N = 7, untuk menghindari terjadinya gangguan kanal yang berdekatan (cochanel) maka idealnya jarak C
diperbesar. Akan tetapi, karena jumlah kanal total tetap, maka N yang terlalu
besar menyababkan kanal yang ditetapkan tiap sel site akan kecil sehingga
menjadi tidak efisien.
Selain hal
tersebut diatas, gangguan masih dapat terjadi pada proses downlink, karena
jalur penerimaan GSM berdekatan dengan jalur pancaran AMPS (870-890 MHz).
Gangguan tersebut dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1. Blocking penerimaan, dimana sinyal level
tinggi AMPS bisa menurunkan sensitivitas penerimaan GSM.
2. Intermodulasi
pancaran AMPS yang dihasilkan dapat mengganggu frekuensi pembawa pada GSM
karena adanya interferensi antar kanal yang sama.
3. Intermodulasi penerimaan GSM antara
frekuensi-frekuensi pembawa AMPS, juga dapat menyebabkan gangguan pada
frekuensi pembawa GSM.
2.6. Kalibrasi
Kalibrasi
digunakan untuk menentukan parameter pelemahan dari model teori yang tergantung
dari keadaan lingkungannya. Kalibrasi yang baik sangat diperlukan untuk
mendapatkan perkiraan daya pancar yang baik.
Dalam hal
ini digunakan persamaan HATA-OKUMARA. Didaerah pemukiman (urban) dan ukuran sel
yang menengah, pelemahan pancaran ditentukan oleh rumus sebagai berikut :
dengan antena MS setinggi 1,5
meter.
Dimana
Lu =
pelemahan pancaran pada daerah pemukiman.
Kh1 = parameter yang tergantung dari frekuensi dan tinggi
antena dari BS
Kh2 = parameter yang tergantung dari tinggi antena BS
D =
Jarak antara MS dan BS
Parameter Kh1, ditentukan dari
persamaan :
Dimana K1
merukan konstanta yang tergantung pada kondisi morphologi, K1diatur
untuk menentukan nilai Kh1.
Begitu juga
dengan parameter Kh2 ditentukan dengan runus persamaan :
Dimana K2
merupakan nilai konstanta yang tergantung pada kondisi morphologi, K2
diatur untuk menentuka nilai Kh2.
Untuk faktor koreksi tergantung
dengan kondisi morphologi, yaitu :
1. Perairan
Pada
umumnya A1 cukup luas, selama pancaran didaerah perairan sangat baik
2. Hutan dan pepohonan didaerah suburban
nilai A2
sangat tegantung pada kelebatan hutan, dan perlu dicatat pancaran juga
tergantung pada cuaca sehingga pepohonan bisa mempengaruhi penerimaan pancaran
3. Daerah terbuka
digunakan
pada daerah pertanian dan gurun
4. Daerah quasi-open
digunakan
pada daerah pedesaan.
5. Daerah sub urban
Satuan
frekuensi pada semua persamaan diatas adalah MHz.
Parameter
diatas telah diatur pada nilai optimal arah site, parameter diatas dianggap
menjelaskan kondisi morphologi daerah yang diukur, nilai rata-rata bisa
didapatkan dari nilai yang berbeda-beda pada arah site yang lain. Agar
perhitungan mendekati kenyataan, sebaiknya daerah tersebut dibagi lagi menjadi
beberapa lingkungan yang lebih kecil.
Metode yang
digunakan untuk mengkalibrasi bentuk pancaran adalah sebagai berikut :
â
Mengatur nilai rata-rata dari faktor koreksi yang
dihasilkan dari semua hasil pengukuran.
â
Pada persamaan dasar HATA-OKUMARA, parameter K1 dan K2
diatur dari site ke site, diperlikan untuk menspesifikasi
variasi dari morphostructure yang
mungkin merupakan lingkungan yang berbeda dari spesifikasi.
2.7 Pengukuran
Pada tahap
ini pengukuran menggunakan sistem analog yaitu alat pengukuran yang ditempatkan
dalam stasiun mobil. Stasiun mobil tersebut dapat memonitor level penerimaan
kuat medan. Langkah-langkah pengukuran dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pemancar
analog dihubungkan pada antena yang akan memancarkan sinyal analog yang telah
diketahui. Sinyal ini digunakan untuk pengukuran. Antena pada stasiun mobil
mengirimkan sinyal pengukuran ke penerima analog. Kemudian sinyal tersebut
dirubah menjadi sinyal digital, yang di sampel setiap 200 ms dan dikirimkan
melalui RS232 ke komputer. Selama pengukuran, data diterima dari peralatan
pengukuran dan dikombinasikan dengan data lokasi dan disimpan dalam disk.
Status aktual dari pancaran ditunjukkan secara grafik. Sesudah pengukuran,
gambar pertama akan dicetak untuk menyamakan dengan data hasil perhitungan.
Hubungan antara pengukuran dan lokasi bisa dihitung dari pulsa yang didapatkan
dari pemancar yang berada pada mobil lain. Pemetaan 2 dimensi bisa didapakan
dengan cara mengikuti jalan raya pada peta yang telah didigitalisasi.
Bentuk data
yang dihasilkan adalah CAE (Customer
Application Engineering) yang berisi informasi spesifikasi jaringan,
seperti penjelasan keadaan sel, penjelasan keadaan sel sekitarnya, definisi
radio dan data topologi. Data-data tersebut diperlukan sebagai data perangkaat
lunak BSS (Base Station System) yang
akan mensimulasikan perencanaan sel jaringan radio.
Þ
Menentukan penggunaan kanal frekuensi.
BAB III
PERENCANAAN SISTEM
Sebelum
mulai mengerjakan perencanaan, perlu disusun tahapan perencanaan sesuai dengan
sistem yang akan digunakan. Tahapan yang harus dilakukan adalah mengetahui
spesifikasi sistem yang dipilih (dalam hal ini GSM), mempelajari faktor-faktor
yang dilibatkan dalam perencanaan misalnya luas wilayah cakupan yang
direncanakan,jumlah pelanggan yang akan dilayani dan perkiraan kebutuhan dan
jumlah kanal yang tersedia.
3.1. Perencanaan STBS GSM
Untuk Wilayah Kota Malang
Dalam proses
perencanaan STBS GSM ini, terlebih dahulu didefinisikan luas dan bentuk
pelayanan yngakan dicakup oleh STBS. Dalammakalh perencanaan ini pelayananyang
direncanakan meliputi wilayah kota Malang dan sekitarnya.
Setelah
menentukan wilayah pelayanan,selanjutnya adalah
menentukan jumlah sel yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh wilayah
pelayanan tersebut,dengan perhitungan radius cakupan setiap sel. Setelah
radius dan luas cakupan tiap
seldiketahui yang dihitung berdasarkan kemampuan sistem yang digunakan (GSM),
maka dapat dirancang konfigurasi sel yang akan mencakup seluruh wilayah
pelayanan.
Dalam menentukan konfigurasi sel perlu
diperhatikan bahwa cakupan sel harus mampu mencakup tempat-tempat strategis
seperti lapangan terbang,kawasan perkantoran dan perdagangan, daerah perindustrian,
kawasan perumahan dan daerah strategis lainnya.
3.2. Peramalan Jumlah Pelanggan
Peramalan jumlah pelanggan merupakan
awal dalam merencanakan STBS GSM. Peramalan jumlah pelanggan ini merupakan
hal mendasar untuk menentukan banyaknya
kanal frekuensi radio yang dibutuhkan.
Ada dua metode yang digunakan untuk
meramalkan jumlah pelanggan telepon
bergerak seluler di suatu negara, yaitu :
3.2.1. Peramalan
jumlah pelanggan yang didasarkan pada jumlah kendaraan yang ada di negara
tersebut. Pada metode ini banyaknya kendaraan diasumsikan sebesar 10% dari
jumlah penduduk dan jumlah pelanggan telepon bergerak adalah sebesar 1% dari
jumlah kendaraan yang ada.
3.2.2. Peramalan
jumlah pelanggan yang di dasarkan pada besarnya kebutuhan akan sambungan telepon
tetap, dan besarnya pelanggan STBS diasumsikan sebesar 1% dari jumlah pelanggan
telepon tetap.
Peramalan
kebutuhan sambungan telepon di Indonesia berdasarkan perhitungan oleh PERUMTEL
(sekarang PT.TELKOM) yang dituangkan dalam laporan berjudul “Telekomunikasi
Indonesia Menjelang Tahun 2000 diramalkan sebesar 1260 pelanggan.
3.3. Peramalan Kebutuhan Trafik
3.3.1. Trafik Total
Untuk menetukan besarnya trafik yang dibutuhkan
pada sistem telepon bergerak perlu diketahui trafik untuk setiap pelanggan dan
jumlah pelanggan.
Di Indonesia saat ini besarnya trafik yang ditetapkan untuk setiap pelanggan STB adalah
A= 25 mErlang, dengan GOS yang disesuaikan dengan standar GSM, yaitu sebesar 2%
(FTP,PT.TELKOM,1994)
Bila jumlah pelanggan STB di kota Malang dan sekitarnya
tahun 2000 diperkirakan sebesar 1260 pelanggan, dan diasumsikan setiap
pelanggan melakukansatu kali panggilanpada jam sibuk, maka jumlah trafiktotal
yang dibutuhkan yaitu 31,5 Erlang.
3.3.2. Distribusi Trafik
Gabungan trafik
pembicaraan pada wilayah pelayanan dikota Malang dan sekitarnya,
diasumsikan terdistribusi seperi distribusi trafik jaringan telepon tetap.
Dalam perencanaan ini distribusi trafik adalah sebagai berikut :
v
Daerah yang direncanakan untuk dilayani oleh
keseluruhan sel sektor dengan jumlah trafik pembicaraan sebesar 56 % dari
jumlah trafik total yaitu wilayah
disekitar pusat kota Malang, Blimbing dan Klojen.
v
Daerah yang direncanakan untuk dilayani oleh
keseluruhan sel omni dengan jumlah trafik pembicaraan sebesar 44 % dari jumlah
trafik total, yaitu wilayah pelanggan kota Malang, seperti Sengkaling, Batu dan
Singosari.
3.3.3. Luas
Daerah Yang Direncanakan
Luas daerah yang akan dilayani oleh SDTBS GSM ini
direncanakan seluas 268 km2 yang dibagi dalamdua bagian, yaitu 56 %
wilayah pelayanan akan dilayani oleh sel sektor (150 km2) dan 44 %
luas daerah akan dilayani oleh sel omnidirectional (118 km2 )
3.3.4. Penentuan
Jumlah Sel Yang Dibutuhkan
Dalam perencanaan ini kota Malang
dan sekitarnya diklasifikasikan dalam daerah sub-urban. Untuk menghitung jumlah
sel dan jumlah BTS yang
dibutuhkan,pertama kali perlu diketahui luas daerah pelayanan dan menghitung
radius cakupan sel, sesuai dengan spesifikasi standar sistem yang digunakan.
3.3.4.1.Besarnya
Jari-Jari Sel Yang Diperlukan
Menurut Lee, level sinyal yang
diterima oleh MS pada daerah yang datar ( dalam hal ini pengamatan dilakukan
terhadap propagasi sinyal dari BS ke MS ), dapat dinyatakan sebagai berikut :
Keterangan
:
1
Level penerimaan minimum untuk MS) (Pr1) :
-120 dBm
1
Level penerimaan minimum untuk BS (Pr2) :
-104 dBm
1
Daya pancar maksimum BTS (kelas daya 6) (Pt) : 10W = 40 dBm
1
P0 (untuk daerah sub urban, r0 = 1 km) : -58 dBm
1
Tinggi antena BTS, h1 :
40 m
1
G11 (gain antena BTS, omnidirectional) :
9 dB
1
G12 (gain antena BTS, 1200 directional) : 11 dB
1
Tinggi antena MS, h2 :
1,5 m
1
Gain antena MS,
Gm :
0 dB
1
g ( path slope loss untuk sub urban area ) : 38,4 dB/dec
1
BTS antena cable
loss :
2 dB
1
Body Loss :
3 dB
1
Combiner
and duplexer loss :
3,2 dB
1
Cadangan long
term fading ( sub urban ) :
6,912 dB
1
Cadangan short
term fading :
8,7 dB
1
Gain diversitas
antena (Gd) : 4 dB
Nilai P0 dan g diperoleh dari percobaan pada
beberapa wilayah jangkauan sinyal, yang menunjukkan nilai path loss slope pada beberapa daerah berdasarkan pengukuran yang
dilakukan dengan metode yang dikemukakan oleh Lee.
Dengan menggunakan persamaan
prediksi sinyal penerimaan minimum, dapat dihitung besarnya radius sel yang
diperlukan untuk mencakup seluruh wilayah pelayanan yang direncanakan. Dan dari
hasil perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan besarnya nilai radius sel
yang dinginkan, yaitu :
v Radius Sel
Omnidirectional
-120
= (40 - 40) - 58 – 38,4 log r1 + 20
log (40/30) + 10 log (1,5/3) + (9 – 6) + 0 - 8,2 – 15,612
r1
= 3,896 km.
v Radius Sel
Sektor 120°
-120 = (40 –40 ) - 58 – 38,4 log r1 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3) + (11 - 6) + 0 - 8,2 – 15,612
r2 = 4,445 km
3.3.4.2. Luas Sel yang Direncanakan
Dari perhitungan radius sel sebelumnya,
dapat diketahui luas sel yang direncanakan,yaitu dengan menggunakan persamaan
luas segi enam (heksahonal), yaitu:
Luas Heksagonal :EQ
Dari
persamaan di atas maka didapat luas sel yang dibutuhkan :
Luas sel
heksagonal :
v Luas sel
omnidirectional dengan R = 3,896 km, adalah
39,434 km2
v Luas sektor
dengan R
= 4,445 km, adalah 51,33 km2
3.3.4.3. Jumlah Sel yang Dibutuhkan
Untuk menghitung jumlah
masing-masing jenis sel yang dibutuhkan, adalah dengan membagi luas wilayahyang
direncanakan dengan luas masing-masing sel.
v Jumlah sel
ditrectional yang dibutuhkan sehingga untuk
menjangkau wilayah pelayanan yang direncanakan dibutuhkan 3 sel
omnidirectional.
v Jumlah sel
sektor yang dibutuhkan ,sehingga agar dapat menjangkau wilyah pelayanan yang
direncanakan dibutuhkan 3 sel sektor.
3.3.4.4. Kebutuhan Kanal Tiap Sel
Sesuai dengan distribusi trafik
yang diuraikan sebelumnya, agar dapat diperkirakan jumlah kanalyang dibutuhkan
setiap sel. Dalam memperkirakan jumlah kanal digunakan Tabel Erlang B dengan
melihat besarnya kebutuhan trafik tiap sel omnidirectional dan tiap sektorpada
sel sektor.
a.
Sektor
Dari hasil perencanaan yang telah dilakukan didapatkan
besarnya jumlah kanal yang dibutuhkan oleh setiap sektor pada tiga sektor,
yaitu N = 6. kanal suara tiap sektor.
b.
Sel Omnidirectional
Dari hasil yang telah dilakukan didapatkan besarnya
jumlah kanal yang dibutuhkan oleh setiap sel omnidirectional, yaitu N = 10
kanal suara tiap selomnidirectional.
3.4. Penentuan
Daya Pancar MS (Up Link)
Dengan memasukkan nilai jari-jari yang telah dihitung pada bagian
sebelumnya maka dapat dihitung besarnya daya pancar MS untuk menentukan jenis
MS yang bisa digunakan pada wilayah pelayanan yang direncanakan.
v
Daya pancar pada sel omnidirectional
-104 = {(Pt – 40) - 58 – 38,4 log 3,896 + 20 log (40/30) + 10 log
(1,5/3) + (9 -– 6) + 0 + 4 –
8,2 – 15,612} dBm
Pt = 33,97 dBm = 2,499 Watt
v
Daya pancar pada sel sektor 120°
-104 = {(Pt
– 40) – 58 – 38,4 log 4,445 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3) + (11 – 6) + 0 +
4 – 8,2 – 15,612} dBm
Pt
= 34,02 dBm = 2,523 Watt
Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa
MS yang dapat digunakan pada daerah pelayanan yang direncanakan, masing-masing
harus berdaya pancar minimal 2,5 Watt untuk sel omnidirectional dan 2,53 Watt
untuk sel sektor dan yang dapat memenuhi kriteria tersebut adalah MS (power class)
kelas 3 yang berdaya pancar maksimal 5 Watt .
3.5. Penentuan
Lokasi BTS
Dari analisa bentuk dan luas wilayah cakupan
pelayanan yang direncanakan, serta dengan memperhitungkan besarnya radius sel
yang telah dihitung sebelumnya , maka akan ditentukan penempatan BTS yang
sesuai.
Dengan penggunaan satu BTS untuk setiap sel, maka
untuk mencakup seluruh wilayah layanan
yang direncanakan, dibutuhkan 6 buah BTS untuk 6 buah sel. Sedangkan terencana
lokasi penempatan BTS (selanjutnya daerah yang dilayani disebut dengan nama
lokasi BTS / cell site) adalah sebagai berikut:
1.Sel Malang Kota (di Kandatel Malang)
2.Sel Pulosari
3.Sel Wringin
4. Sel Ngandat
5. Sel Batu
6. Sel Songsong.
3.6. Rencana Penomoran
Pelanggan Jaringan STBS di Wilayah Malang
Format penomoran
pelanggan pelayanan STBS digital GSM, di Indonesia ditetapkan sebagai berikut :
8 1 N M1 M3 M4 M5 M6
Kode akses 81N yang disediakan untuk
STBS digital GSM dialokasi kepada penyelenggara jaringan GSM di Indonesia yang
pada saat ini terdapat dua penyelenggara jaringam STBS GSM yaitu PT.Telkomsel
dengan kode kode akses 811 dan PT. Satelindo dengan kodeakses 0816.
Berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan oleh PT. TELKOM mengenai Rencanma Penomoran Nasional, dapat
dirumuskan struktur penomoran pelanggan STBS GSM untuk wilayah kota Malang dan sekitarnya pada tahun 2000, maka salah
satu alternatif penomoran yang dapat digunakan untukopelanggan STBS GSM diKota
Malang secara lengkap dapat dituliskan sebagaiberikut :
Bila
operator jaringan adalah PT. Telkomsel :
811 3(M2) 0000 sampai
811 3(M2) 1259
Bila
operator jaringan adalah PT. Satelindo :
816 3(M2) 0000 sampai
816 3(M2) 1259
BAB IV
PENUTUP
Dari hasil perencanaan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan :
4.1. KESIMPULAN
Ö Jumlah
pelanggan STBS GSM di wilayah Malang dan sekitarnya pada tahun 2000 adalah 1260
pelanggan.
Ö Wilayah
pelayanan yang direncanakan meliputi daerah Kota Malang dan sekitarnya dengan
luas daerah sekitar 268 km2.
Ö Untuk
mencakup wilayah pelayanan Kota Malang dan sekitarnya, diperlukan 6 buah
sel yang terdiri dari 3 sel omni dengan
radius 3,896 km dan 3 sel sektor dengan radius 4,445 km.
Ö Pada tiap
sel omni yang direncanakan digunakan sebuah BTS dengan daya pancar 10 Watt, dan
satu buah antena omnidirectional yang
mempunyai gain 9 dB.
Ö Pada
tiap sel sektor yang direncanakan,
digunakan seuah BTS dengan daya pancar 10 Watt, dengan tiga buah antena yang
mempunyai sudut pengarahan 1200 dengan gain 11 dB.
Ö Lokasi BTS
untuk sel omni adalah di daerah Batu, Ngandat dan Songsong.
Ö Lokasi BTS
untuk sel sektor adalah di daerah Wringinanom, Pulesari, dan di Kandatel
Malang.
Ö Jenis MS
yang dapat digunakan di wilayah pelayanan yang direncanakan adalah MS dengan
daya pancar minimum 2,5 Watt, yaitu minimal MS power class 3 yang mempunyai
daya pancar maksimum 3 Watt.
4.2. SARAN
Ö Dalam
perhitungan prediksi level sinyal untuk mencari panjang radius sel yang
dibutuhkan adalah dengan metode yang dikemukakan oleh Lee yang di dasarkan pada
percoban- percobaan pengukuran yang dilakukan di negara-negara Eropa. Kondisi
daerah sub urban di Eropa tentu berbeda dengan kondisi Indonesia, karena itu
unutk perhitungan yang lebih akurat perlu dilakukan pengukuran level sinyal
langsung dimasing-masing tempat yang
dimaksud sesuai dengan data perencanaan. Hal ini untuk mengetahui ketepatan
hasil pengukuran dan perhitungan besarnya radius sel yang sesungguhnya
diperlukan.
Ö Peramalan
jumlah pelanggan STBS yang direncanakan, sebaiknya melibatkan pula perkiraan
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita serta pengumpulan pendapat tentang
minat dan kemampuan masyarakat untuk menggunakan jasa pelayanan telepon
bergerak, tidak semata-mata didasarkan pada pertumbuhan pelanggan telepon
tetap.
DAFTAR PUSTAKA
Alcatel,
1993, Alcatel Elektrical Communication (2nd Quarter 1993)
54, rue La Boetie, Paris Cedex.
Anonim,
1984, International Forum of The First Technical Seminar on Telecomunications
and Electronics, Jakarta, PT. Multi Media Promo.
Calhoun,
George, 1992, Wireless Access and The Local Telephone Network, London Artech
House Publishing.
Freeman,
Roger L., 1991, Telecomunication Transmission System, Indiana, McGraw Hill Book
Company.
Freeman,
Roger L., 1993, Reference Manual for Telecomunication Engineering, New York,
John Wiley and Sons Inc.
Lee, William
C.Y., 1993, Mobile Cellular TElekomunication System, Indiana, McGraw Hill
Book Company.
Lee, William
C.Y., 1993, Mobile Communication Design Fundamentals, Indiana, McGraw Hill
Book Company.
Mouly,
Michel & Paulet, Marie Bernadette, 1992, The GSM System for Mobile
Comunications, Paris, Palaiseau.
TELKOM, PT.,
1994 Rencana
Dasar Teknis National (FTP), Jakarta, Direktorat Jendral Pos dan
Telekomunikasi.
Winch,
Robert G., 1993, Telecomunications Transmision System, Singapore, McGraw Hill
Book Company.