Kamis, 13 Maret 2014

Komunikasi Bergerak



BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
            Pada mulanya sistem telepon bergerak menggunakan sebuah stasiun pemancar di tempat yang tinggi dan berada di tengah-tengah wilayah pelayanan. Masalah pertama yang dihadapi sistem ini adalah keperluan akan menara antena yang tinggi. Sistem ini juga memiliki kapasitas pelayanan yang relatif kecil karena terbatasnya kanal frekuensi yang tersedia. Masalah lain adalah sistem ini harus mempunyai daya pancar antena yang besar untuk menjangkau wilayah yang cukup luas. Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan membagi-bagi wilayah cakupan menjadi beberapa wilayah yang kecil (sel).
            Pada umumnya layanan sistem komunikasi wireless tersusun dari bagian-bagian area layanan kecil yang dikenal dengan sel. Masing-masing sel memiliki alikasi jalur frekuensi operasi tertentu sebagai media penyampai informasi antar pemakai. Permasalahan akan muncul ketika bagaimana merencanakan sel-sel agar menjadi efektif terhadap wilayah cakupan yang direncanakan.
            Dengan penerapan konsep selular ini, diharapkan kapasitas pelayanan dan sistem menjadi bertambah. Hal ini dimungkinkan karena adanya pengulangan kembali kanal frekwensi yang sama secara berulang, sehingga BTS (Base Transceiver Stasions) yang terpisah pada jarak yang memenuhi carrier to interference ratio (C/I) tertentu dapat menggunakan kanal frekwensi yang sama. Disamping itu, karena wilayah cakupan suatu sel relatif kecil, sehingga tidak diperlukan daya pancar yang tidak harus besar.

1.2. Rumusan Masalah
Mengacu pada permasalahan di atas maka rumusan masalah yang ditekankan pada penulisan ini adalah :
â  Bagaimana kebutuhan trafik pada STBS GSM di wilayah kota Malang pada tahun 2000 ?
â  Berapakah jumlah sel yang dibutuhkan untuk melayani trafik tersebut ?
â  Alokasi frekuensi yang digunakan pada setiap sel

I.3. Batasan Masalah
Batasan-batasan yang dibuat pada Struktur dan Perencanaan Sel ini adalah:
ã  Sistem dirancang untuk memenuhi kebutuhan sampai tahun 2000
ã  Perkiraan jumlah pelanggan merupakan asumsi yang didasarkan pada pertumbuhan jumlah pelanggan telepon tetap sampai tahun 2000
ã  Pembahasan hanya meliputi jumlah pelanggan, kebutuhan trafik serta mengenai kebutuhan penenpatan BTS
ã  Tidak membahas mengenai komunikasi data dalam jaringan SBTS GSM
ã  Tidak membahas mengenai sistem persinyalan
ã  Tidak membahas mengenai peralatan radio komunikasi dalam jaringan STBS GSM

1.4. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
â  Untuk memberikan penjelasan mengenai sel pada sistem komunikasi bergerak.
â  Untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Bergerak.

I.5. Metodologi
Metodologi yang digunakan adalah :
ã  Studi Literatur : Mengumpulkan bahan-bahan (literatur) tentang permasalahan yang akan dikaji dan dapat digunakan sebagai acuan, yang berupa buku-buku, makalah seminar, majalah, laporan penelitian dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan dasar teori tentang sistem telekomunikasi bergerak seluler dan digital GSM
ã  Pengumpulan data : untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untuk perencanaan jaringan, yaitu
+ spesifikasi GSM
+ peta wilayah kota Malang
+ data tentang pertumbuhan pelanggan telepon tetap (PSTN) di wilayah kota Malang sampai tahun 2000
+ sistem penomoran STBS di Indonesia
ã  Analisa data dilakukan dengan mengolah data-data yang diperoleh untuk menentukan parameter-parameter yang diperlukan dalam merencanakan suatu jaringan seluler GSM yang sesuai untuk wilayah kota Malang, antara lain perkiraan jumlah pelanggan yang akan dilayani oleh jaringan tersebut, penentuan kapasitas trafik, penentuan jenis sel yang digunakan dan lokasi penempatan BTS.
ã  Penyimpulan dilakukan berdasarkan hasil analisis data, dan diharapkan dapat dijadikan acuan dan dasar untuk membangun jaringan seluler GSM yang sesungguhnya di nwilayah kotamadya Malang.


BAB II

STRUKTUR DAN PERENCANAAN SEL



Dasar Teori
2.1.       Konsep Seluler
Sistem radio seluler membagi wilayah layanan dalam beberapa daerah layanan yang kecil (sel) yang tersusun sedemikian rupa sehingga mencakup seluruh wilayah layanan. Agar sel-sel tersebut tersusun secara sistematis, maka harus mempunyai bentuk sel yang sama dan beraturan. Bentuk sel tersebut terdapat dalam bermacam-macam pola geometris sel, namun yang paling dikenal adalah bentuk segienam sama sisi (heksagonal),dan sel ideal berbentuk lingkaran.

Gambar 2.1. Bentuk Sel

Secara prinsip bentuk sel yang sebenarnya tergantung pada keadaan geografis sehingga membentuk suatu sel yang tidak beraturan. Tetapi untuk membermudah perencanaan dan pertimbangan ekonomis maka bentuk sel hexagonal merupakan bentuk yang paling cocok dalam sistem radio seluler. Hal ini disebabkan sel heksagonal memerlukan jumlah yang lebih sedikit untuk mencakup suatu wilayah layanan dibandingkan dengan bentuk-bentuk sel lainnya.
Untuk mendapatkan suatu perencanaan seluler yang optimal maka perlu dipertimbangkan pengukuran sel yang akan diterapkan. Ukuran dengan radius sel yang besar akan membutuhkan daya pancar yang besar dan lalulintas yang ditangani BS akan besar. Dengan radius sel yang kecil maka kapasitas lalulintas jaringan akan bertambah sehingga daya pancar yang dibutuhkan menjadi kecil tetapi akan sering terjadi proses handover karena radius sel kecil serta jumlah BS yang banyak. Karena itu untuk mendapatkan suatu jaringan seluler yang optimal diperlukan adanya suatu pengaturan ukuran sel, sesuai dengan letak geografis dan kepadatan lalulintas komunikasi.
2.2.      Struktur Sel
Ada beberapa struktur sel yang dipakai pada sistem radio seluler sesuai dengan keadaan trafik pada daerah layanan, yaitu :
ò  Large cell (Macro cell) yang diterapkan untuk daerah layanan yang luas denga kapasitas lalulintas rendah (rural area). Sel ini mampu meliput daerah cakupan sampai dengan radius 30 km.
ò  Small cell yang dapat memberikan layanan untuk lalulintas yang cukup tinggi, dengan daerah cakupan sampai 10 km.
ò  Micro cell dengan satu dimensi (untuk daerah sepanjang pelabuhan dan jalan raya) dan micro cell dengan dua dimensi (untuk daerah yang mempunyai blok-blok seperti disekeliling gedung-gedung tinggi). Jenis sel ini digunakan untuk melayani daerah dengan lalulintas yang sangat tinggi dan mempunyai daerah cakupan pada radius 1 km.
ò  Pico cell yang digunakan untuk melayani lalulintas yang ada didalam gedung (indoor) dengan radius daerah cakupan 30 m.
2.3.      Perencanaan Sel
Untuk membangun suatu sel jaringan GSM yang optimum dalam suatu daerah diperlukan adanya suatu studi trafik dan analisa cakupan. Langkah ini akan membantu dalam penentuan lokasi-lokasi site dari suatu cakupan dan kapasitas pelanggan dalam site tersebut. Hasil studi dan analisa tersebut berbentuk data-data yang berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: topografi, morfologi, keadaan tanah, tingkat kepadatan/kesibukan, jalur frekuensi yang tersedia, kulitas suara, kualitas layanan.
Dalam perencanaan tersebut memerlukan bentuk data khusus untuk mewujudkan hasil perhitungan dari perkiraan daerah yang akan digunakan, yaitu:
2.3.1.   Morphostructures Database
Morphostructures merupakan pengaruh medan listrik (dB) terhadap lingkungannya yang didefinisikan dalam 13 bagian:
+ Large City             : Daerah gedung bertingkat lebih dari 10 lantai
+ Medium City I        : Daerah gedung bertingkat sekitar 7 lantai, dengan lebar jalan sekitar 13 meter
+ Medium City II       : Daerah gedung bertingkat sekiatar 7 lantai, dengan lebar jalan 30 meter.
+ Small City I            : Daerah gedung bertingkat 5 lantai, dengan lebar jalan 20 meter.
+ Small City II           : Daerah industri.
+ Suburban I            : Daerah perumahan dengan pepohonan.
+ Suburban II           : Daerah perumahan.
+ Village                   : Daerah perkampungan.
+ Agriculture             : Daerah pertanian/terbuka sebagian.
+ Low Tree Density : Daerah terbuka dengan pepohonan.
+ Deep Forest          : Hutan lebat.
+ Water                    : Daerah perairan (sungai, danau dan laut)
+ Open Area                        : Daerah terbuka dengan radius lebih dari 1 Km.
2.3.2 Numerical Terrain Model (NTM)
NTM menunjukkan bentuk permukaan suatu daerah atau tinggi rendahnya permukaan suatu daerah diatas permukaan laut yang disebut juga topografi.
2.4. Pemecahan Sel dan Sektorisasi Antena
Ketika jumlah pelanggan mengalami pertambahan dan mendekati angka mksimum dari jumlah pelanggan yang dapat dilayani oleh sebuah sel, maka sel akan dipecah menjadi bentuk sel yang lebih kecil. Tiap sel dari pecahan ini, mampu mendukung jumlah pelanggan yang sama dengan asalnya. Suatu hal yang perlu dilakukan dalam pemecahan sel adalah pengurangan daya output pemancar BS yang dimaksudkan untuk meminimisasi gangguan antar kanal frekuensi, yaitu gangguan antara sel yang bersebelahan dan bekerja pada kanal yang sama.
Dalam GSM, omni biasanya digunakan untuk daerah dengan kepadatan jalur komunikasi yang rendah. Suatu omni sel memerlukan antena yang lebih sedikit sehingga biaya yang dibutuhkan akan lebih sedikit dibandingkan sektor sel yang membutuhkan lebih banyak antena. Pemakaian omni sel sangat mudah berinterferensi karena pola pancaran sinyalnya menyebar ke segala arah di sekitar sel.
Selain pemecahan sel dan untuk mengurangi interferensi seperti pada omni sel serta untuk memenuhi peningkatan jalur komunikasi, maka digunakan sektorisasi antena ( sektor sel). Dalam hal ini tidak perlu mengganti sistem antena melainkan mensektorisasi dari bentuk sebelumnya yang menggunakan tiga antena yang dihubungkan secara lansung yang menghasilkan pola radiasi pseudo-omni. Tentunya setiap pola radiasi tidak akan tetap seperti bentuk omni aslinya. Jenis sektorisasi yang dapat dilakukan yaitu 2 sampai 6 sektor.
Gambar 4.2 Pola pancaran antena.
Contoh antena yang digunakan adalah Celwave PRT 914 (lihat lampiran). Kemungkinan untuk memodifikasi sudut menurut arah reflektor bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Tabel berikut menunjukkan penguatan antena untuk sudut yang ditentukan:

600
900
1050
1200
15 dBi
14 dBi
13.5 dBi
12.5 dBi
Tabel 2.1 Penguatan antena PRT 914 sesuai dengan pengaturan sudutnya
Sangat bermanfaat jika memiringkan arahpola pancaran antena kebawah pada sudut tertentu, karena batas pancaran sinyal antena akan tetap berada di daerah jangkauannya dan mengurangi gangguan pada kanal sel sekitarnya. Ketika pola pancaran diturunkan, kuat pancaran diterima oleh MS yang cukup jauh akan berkurang. Dari dua cara tersebut yang bisa digunakan pada jaringan adalah sebagai berikut :
ã  Electrical tilt mempengaruhi secara langsung pada kedua kutub pancaran, artinya pola horizontal diarahkan seluruhnya (360), biasanya sudut kemiringan adalah 5.
ã  Mechanical tilt berfungsi secara langsung pada antena sesuai dengan spesifikasi rancangan peralatan kemiringan, biasanya berkisar antara 3 sampai 10.
2.5. Frekuensi
Jalur frekuensi yang digunakan untuk operasional GSM yaitu untuk proses uplink (MS ke BS) adalah 890 MHz s/d 915 MHz dan untuk proses downlink (BS ke MS) adalah 935 MHz s/d 960 MHz.
Jumlah kanal GSM yang tersedia adalah 49, sesuai dengan jarak antar kanal yaitu 200 KHz (kanal 1 frekuensi tengahnya 890,2 MHz dan kanal 49 frekuensi tengahnya 944,8 MHz). Nomer kanal adalah parameter yang sangat penting bagi perencanaan jaringan selama kemungkinan adanya gangguan yang mempengaruhi frekuensi yang ditentukan.
Dalam sistem telepon radio selular bila dikehendaki kapasitas langganan yang besar maka akan dibutuhkan jalur frekuensi yang besar, sebaliknya apabila diinginkan penghematan pemakaian jalur frekuensi maka kapasitas akan turun. Untuk menangani peningkatan kapasitas pelanggan dan penggunaan jalur frekuensi secara efektif, maka dipakai metode pengulangan frekuensi (frekuensi reuse).
Pengulangan frekuensi didasarkan pada penggunaan kanal radio yang mempunyai frekuensi pembawa yang sama untuk melayani daerah yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya oleh suatu jarak tertentu sehingga dapat menghilangkan gangguan karena panggunaan kanal bersama.
Gambar 2.3 penentuan jarak Pengulangan Frekuensi.
Keterangan :
ò  Jarak rata-rata reuse adalah dari titik  dengan notasi yang sama
ò  Sel dengan notasi yang sama menggunakan kanal frekuensi yang sama pula

Misalkan jarak minimum dari dua sel yang menggunakan kanal bersama C dan jari-jari dari sel (hexagonal) adalah r, seperti ditunjukkan pada gambar 2.3, maka besarnya C adalah:
Dimana N adalah pola reuse ( jumlah sel dalam satu kelompok/cluster), pada gambar diatas N = 7, untuk menghindari terjadinya gangguan kanal yang berdekatan (cochanel) maka idealnya jarak C diperbesar. Akan tetapi, karena jumlah kanal total tetap, maka N yang terlalu besar menyababkan kanal yang ditetapkan tiap sel site akan kecil sehingga menjadi tidak efisien.
Selain hal tersebut diatas, gangguan masih dapat terjadi pada proses downlink, karena jalur penerimaan GSM berdekatan dengan jalur pancaran AMPS (870-890 MHz). Gangguan tersebut dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1.  Blocking penerimaan, dimana sinyal level tinggi AMPS bisa menurunkan sensitivitas penerimaan GSM.
2.  Intermodulasi pancaran AMPS yang dihasilkan dapat mengganggu frekuensi pembawa pada GSM karena adanya interferensi antar kanal yang sama.
3.  Intermodulasi penerimaan GSM antara frekuensi-frekuensi pembawa AMPS, juga dapat menyebabkan gangguan pada frekuensi pembawa GSM.

2.6. Kalibrasi
Kalibrasi digunakan untuk menentukan parameter pelemahan dari model teori yang tergantung dari keadaan lingkungannya. Kalibrasi yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan perkiraan daya pancar yang baik.
Dalam hal ini digunakan persamaan HATA-OKUMARA. Didaerah pemukiman (urban) dan ukuran sel yang menengah, pelemahan pancaran ditentukan oleh rumus sebagai berikut :
dengan antena MS setinggi 1,5 meter.
Dimana
Lu        = pelemahan pancaran pada daerah pemukiman.
Kh1        = parameter yang tergantung dari frekuensi dan tinggi antena dari BS
Kh2        = parameter yang tergantung dari tinggi antena BS
D         = Jarak antara MS dan BS
Parameter Kh1, ditentukan dari persamaan :
Dimana K1 merukan konstanta yang tergantung pada kondisi morphologi, K1diatur untuk menentukan nilai Kh1.
Begitu juga dengan parameter Kh2 ditentukan dengan runus persamaan :
Dimana K2 merupakan nilai konstanta yang tergantung pada kondisi morphologi, K2 diatur untuk menentuka nilai Kh2.
Untuk faktor koreksi tergantung dengan kondisi morphologi, yaitu :
1.    Perairan
Pada umumnya A1 cukup luas, selama pancaran didaerah perairan sangat baik
2.    Hutan dan pepohonan didaerah suburban
nilai A2 sangat tegantung pada kelebatan hutan, dan perlu dicatat pancaran juga tergantung pada cuaca sehingga pepohonan bisa mempengaruhi penerimaan pancaran
3.    Daerah terbuka
digunakan pada daerah pertanian dan gurun
4.    Daerah quasi-open
digunakan pada daerah pedesaan.
5.    Daerah sub urban
Satuan frekuensi pada semua persamaan diatas adalah MHz.
Parameter diatas telah diatur pada nilai optimal arah site, parameter diatas dianggap menjelaskan kondisi morphologi daerah yang diukur, nilai rata-rata bisa didapatkan dari nilai yang berbeda-beda pada arah site yang lain. Agar perhitungan mendekati kenyataan, sebaiknya daerah tersebut dibagi lagi menjadi beberapa lingkungan yang lebih kecil.
Metode yang digunakan untuk mengkalibrasi bentuk pancaran adalah sebagai berikut :
â  Mengatur nilai rata-rata dari faktor koreksi yang dihasilkan dari semua hasil pengukuran.
â  Pada persamaan dasar HATA-OKUMARA, parameter K1 dan K2 diatur dari site ke site, diperlikan untuk menspesifikasi variasi dari morphostructure yang mungkin merupakan lingkungan yang berbeda dari spesifikasi.
2.7 Pengukuran
Pada tahap ini pengukuran menggunakan sistem analog yaitu alat pengukuran yang ditempatkan dalam stasiun mobil. Stasiun mobil tersebut dapat memonitor level penerimaan kuat medan. Langkah-langkah pengukuran dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pemancar analog dihubungkan pada antena yang akan memancarkan sinyal analog yang telah diketahui. Sinyal ini digunakan untuk pengukuran. Antena pada stasiun mobil mengirimkan sinyal pengukuran ke penerima analog. Kemudian sinyal tersebut dirubah menjadi sinyal digital, yang di sampel setiap 200 ms dan dikirimkan melalui RS232 ke komputer. Selama pengukuran, data diterima dari peralatan pengukuran dan dikombinasikan dengan data lokasi dan disimpan dalam disk. Status aktual dari pancaran ditunjukkan secara grafik. Sesudah pengukuran, gambar pertama akan dicetak untuk menyamakan dengan data hasil perhitungan. Hubungan antara pengukuran dan lokasi bisa dihitung dari pulsa yang didapatkan dari pemancar yang berada pada mobil lain. Pemetaan 2 dimensi bisa didapakan dengan cara mengikuti jalan raya pada peta yang telah didigitalisasi.
Bentuk data yang dihasilkan adalah CAE (Customer Application Engineering) yang berisi informasi spesifikasi jaringan, seperti penjelasan keadaan sel, penjelasan keadaan sel sekitarnya, definisi radio dan data topologi. Data-data tersebut diperlukan sebagai data perangkaat lunak BSS (Base Station System) yang akan mensimulasikan perencanaan sel jaringan radio.
Þ     Menentukan penggunaan kanal frekuensi.

 


BAB III

PERENCANAAN SISTEM



            Sebelum mulai mengerjakan perencanaan, perlu disusun tahapan perencanaan sesuai dengan sistem yang akan digunakan. Tahapan yang harus dilakukan adalah mengetahui spesifikasi sistem yang dipilih (dalam hal ini GSM), mempelajari faktor-faktor yang dilibatkan dalam perencanaan misalnya luas wilayah cakupan yang direncanakan,jumlah pelanggan yang akan dilayani dan perkiraan kebutuhan dan jumlah kanal yang tersedia.

3.1.      Perencanaan STBS GSM Untuk Wilayah Kota Malang
            Dalam proses perencanaan STBS GSM ini, terlebih dahulu didefinisikan luas dan bentuk pelayanan yngakan dicakup oleh STBS. Dalammakalh perencanaan ini pelayananyang direncanakan meliputi wilayah kota Malang dan sekitarnya.
            Setelah menentukan wilayah pelayanan,selanjutnya adalah  menentukan jumlah sel yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh wilayah pelayanan tersebut,dengan perhitungan radius cakupan setiap sel. Setelah radius   dan luas cakupan tiap seldiketahui yang dihitung berdasarkan kemampuan sistem yang digunakan (GSM), maka dapat dirancang konfigurasi sel yang akan mencakup seluruh wilayah pelayanan.
             Dalam menentukan konfigurasi sel perlu diperhatikan bahwa cakupan sel harus mampu mencakup tempat-tempat strategis seperti lapangan terbang,kawasan perkantoran dan perdagangan, daerah perindustrian, kawasan perumahan dan daerah strategis lainnya.

3.2.      Peramalan Jumlah Pelanggan
            Peramalan jumlah pelanggan merupakan awal dalam merencanakan STBS GSM. Peramalan jumlah pelanggan ini merupakan hal  mendasar untuk menentukan banyaknya kanal frekuensi radio yang dibutuhkan.
            Ada dua metode yang digunakan untuk meramalkan  jumlah pelanggan telepon bergerak seluler di suatu negara, yaitu :
3.2.1.   Peramalan jumlah pelanggan yang didasarkan pada jumlah kendaraan yang ada di negara tersebut. Pada metode ini banyaknya kendaraan diasumsikan sebesar 10% dari jumlah penduduk dan jumlah pelanggan telepon bergerak adalah sebesar 1% dari jumlah kendaraan yang ada.
3.2.2.   Peramalan jumlah pelanggan yang di dasarkan pada besarnya kebutuhan akan sambungan telepon tetap, dan besarnya pelanggan STBS diasumsikan sebesar 1% dari jumlah pelanggan telepon tetap.

Peramalan kebutuhan sambungan telepon di Indonesia berdasarkan perhitungan oleh PERUMTEL (sekarang PT.TELKOM) yang dituangkan dalam laporan berjudul “Telekomunikasi Indonesia Menjelang Tahun 2000 diramalkan sebesar 1260 pelanggan.

3.3.      Peramalan Kebutuhan Trafik
3.3.1.   Trafik Total
Untuk menetukan besarnya trafik yang dibutuhkan pada sistem telepon bergerak perlu diketahui trafik untuk setiap pelanggan dan jumlah pelanggan.
Di Indonesia saat ini besarnya trafik yang  ditetapkan untuk setiap pelanggan STB adalah A= 25 mErlang, dengan GOS yang disesuaikan dengan standar GSM, yaitu sebesar 2% (FTP,PT.TELKOM,1994)
Bila jumlah pelanggan STB di kota Malang dan sekitarnya tahun 2000 diperkirakan sebesar 1260 pelanggan, dan diasumsikan setiap pelanggan melakukansatu kali panggilanpada jam sibuk, maka jumlah trafiktotal yang dibutuhkan yaitu 31,5 Erlang.

3.3.2.   Distribusi Trafik
Gabungan trafik     pembicaraan pada wilayah pelayanan dikota Malang dan sekitarnya, diasumsikan terdistribusi seperi distribusi trafik jaringan telepon tetap. Dalam perencanaan ini distribusi trafik adalah sebagai berikut :
v  Daerah yang direncanakan untuk dilayani oleh keseluruhan sel sektor dengan jumlah trafik pembicaraan sebesar 56 % dari jumlah trafik total yaitu  wilayah disekitar pusat kota Malang, Blimbing dan Klojen.
v  Daerah yang direncanakan untuk dilayani oleh keseluruhan sel omni dengan jumlah trafik pembicaraan sebesar 44 % dari jumlah trafik total, yaitu wilayah pelanggan kota Malang, seperti Sengkaling, Batu dan Singosari.

3.3.3.   Luas Daerah Yang Direncanakan
Luas daerah yang akan dilayani oleh SDTBS GSM ini direncanakan seluas 268 km2 yang dibagi dalamdua bagian, yaitu 56 % wilayah pelayanan akan dilayani oleh sel sektor (150 km2) dan 44 % luas daerah akan dilayani oleh sel omnidirectional (118 km2 )

3.3.4.   Penentuan Jumlah Sel Yang Dibutuhkan
            Dalam perencanaan ini kota Malang dan sekitarnya diklasifikasikan dalam daerah sub-urban. Untuk menghitung jumlah sel  dan jumlah BTS yang dibutuhkan,pertama kali perlu diketahui luas daerah pelayanan dan menghitung radius cakupan sel, sesuai dengan spesifikasi standar sistem yang digunakan.
3.3.4.1.Besarnya Jari-Jari Sel Yang Diperlukan
            Menurut Lee, level sinyal yang diterima oleh MS pada daerah yang datar ( dalam hal ini pengamatan dilakukan terhadap propagasi sinyal dari BS ke MS ), dapat dinyatakan sebagai berikut :
 
Keterangan :
1  Level penerimaan minimum untuk MS) (Pr1)                  : -120 dBm
1  Level penerimaan minimum untuk BS (Pr2)                    : -104 dBm
1  Daya pancar maksimum BTS (kelas daya 6) (Pt)            : 10W = 40 dBm
1  P0 (untuk daerah sub urban, r0 = 1 km)                            : -58 dBm
1  Tinggi antena BTS, h1                                                       : 40 m
1  G11 (gain antena BTS, omnidirectional)                            : 9 dB
1  G12 (gain antena BTS, 1200 directional)                            : 11 dB
1  Tinggi antena MS, h2                                                        : 1,5 m
1  Gain antena MS, Gm                                                        : 0 dB
1  g  ( path slope loss untuk sub urban area )                       : 38,4 dB/dec
1  BTS antena cable loss                                                      : 2 dB
1  Body Loss                                                                         : 3 dB
1  Combiner and duplexer loss                                             : 3,2 dB
1  Cadangan long term fading ( sub urban )                          : 6,912 dB
1  Cadangan short term fading                                              : 8,7 dB
1  Gain diversitas antena (Gd)                                              : 4 dB

            Nilai  P0 dan g diperoleh dari percobaan pada beberapa wilayah jangkauan sinyal, yang menunjukkan nilai path loss slope pada beberapa daerah berdasarkan pengukuran yang dilakukan dengan metode yang dikemukakan oleh Lee.
            Dengan menggunakan persamaan prediksi sinyal penerimaan minimum, dapat dihitung besarnya radius sel yang diperlukan untuk mencakup seluruh wilayah pelayanan yang direncanakan. Dan dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan besarnya nilai radius sel yang dinginkan, yaitu :
v  Radius Sel Omnidirectional
            -120 = (40 - 40) - 58 – 38,4 log r1 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3)                           + (9 – 6) + 0 - 8,2 – 15,612
          r1 = 3,896 km.
v  Radius Sel Sektor 120°
            -120 = (40 –40 ) - 58 – 38,4 log r1 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3)              + (11 - 6) + 0 - 8,2 – 15,612
                      r2 = 4,445 km

3.3.4.2.  Luas Sel yang Direncanakan
              Dari perhitungan radius sel sebelumnya, dapat diketahui luas sel yang direncanakan,yaitu dengan menggunakan persamaan luas segi enam (heksahonal), yaitu:
              Luas Heksagonal :EQ
Dari persamaan di atas maka didapat luas sel yang dibutuhkan :
Luas sel heksagonal :
v  Luas sel omnidirectional dengan R = 3,896 km, adalah  39,434 km2
v  Luas sektor dengan  R  = 4,445 km, adalah 51,33 km2

3.3.4.3.  Jumlah Sel yang Dibutuhkan
              Untuk menghitung jumlah masing-masing jenis sel yang dibutuhkan, adalah dengan membagi luas wilayahyang direncanakan dengan luas masing-masing sel.
v  Jumlah sel ditrectional yang dibutuhkan  sehingga untuk menjangkau wilayah pelayanan yang direncanakan dibutuhkan 3 sel omnidirectional.
v  Jumlah sel sektor yang dibutuhkan ,sehingga agar dapat menjangkau wilyah pelayanan yang direncanakan dibutuhkan 3 sel sektor.

3.3.4.4.  Kebutuhan Kanal Tiap Sel
              Sesuai dengan distribusi trafik yang diuraikan sebelumnya, agar dapat diperkirakan jumlah kanalyang dibutuhkan setiap sel. Dalam memperkirakan jumlah kanal digunakan Tabel Erlang B dengan melihat besarnya kebutuhan trafik tiap sel omnidirectional dan tiap sektorpada sel sektor.
a.            Sektor
Dari hasil perencanaan yang telah dilakukan didapatkan besarnya jumlah kanal yang dibutuhkan oleh setiap sektor pada tiga sektor, yaitu N = 6. kanal suara tiap sektor.
b.            Sel Omnidirectional
Dari hasil yang telah dilakukan didapatkan besarnya jumlah kanal yang dibutuhkan oleh setiap sel omnidirectional, yaitu N = 10 kanal suara tiap selomnidirectional.

3.4.      Penentuan Daya Pancar MS (Up Link)
Dengan memasukkan nilai  jari-jari yang telah dihitung pada bagian sebelumnya maka dapat dihitung besarnya daya pancar MS untuk menentukan jenis MS yang bisa digunakan pada wilayah pelayanan yang direncanakan.
v  Daya pancar pada sel omnidirectional
            -104 = {(Pt – 40) - 58 – 38,4 log 3,896 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3) + (9            -– 6) + 0 + 4 – 8,2 – 15,612} dBm
            Pt = 33,97 dBm = 2,499 Watt
v  Daya pancar pada sel sektor 120°
-104 = {(Pt – 40) – 58 – 38,4 log 4,445 + 20 log (40/30) + 10 log (1,5/3) + (11 – 6) + 0 + 4 – 8,2 – 15,612} dBm
Pt = 34,02 dBm = 2,523 Watt

Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa MS yang dapat digunakan pada daerah pelayanan yang direncanakan, masing-masing harus berdaya pancar minimal 2,5 Watt untuk sel omnidirectional dan 2,53 Watt untuk sel sektor dan yang dapat memenuhi kriteria tersebut adalah MS (power class) kelas 3 yang berdaya pancar maksimal 5 Watt .

3.5.      Penentuan Lokasi BTS
Dari analisa bentuk dan luas wilayah cakupan pelayanan yang direncanakan, serta dengan memperhitungkan besarnya radius sel yang telah dihitung sebelumnya , maka akan ditentukan penempatan BTS yang sesuai.
Dengan penggunaan satu BTS untuk setiap sel, maka untuk  mencakup seluruh wilayah layanan yang direncanakan, dibutuhkan 6 buah BTS untuk 6 buah sel. Sedangkan terencana lokasi penempatan BTS (selanjutnya daerah yang dilayani disebut dengan nama lokasi BTS / cell site) adalah sebagai berikut:
1.Sel Malang Kota (di Kandatel Malang)
2.Sel Pulosari
3.Sel Wringin

4. Sel Ngandat
5. Sel Batu
6. Sel Songsong.

3.6.      Rencana Penomoran Pelanggan Jaringan STBS di Wilayah Malang
            Format penomoran pelanggan pelayanan STBS digital GSM, di Indonesia ditetapkan sebagai berikut :
            8          1          N         M1       M3       M4       M5       M6
            Kode akses 81N yang disediakan untuk STBS digital GSM dialokasi kepada penyelenggara jaringan GSM di Indonesia yang pada saat ini terdapat dua penyelenggara jaringam STBS GSM yaitu PT.Telkomsel dengan kode kode akses 811 dan PT. Satelindo dengan kodeakses 0816.
            Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh PT. TELKOM mengenai Rencanma Penomoran Nasional, dapat dirumuskan struktur penomoran pelanggan STBS GSM untuk wilayah kota Malang  dan sekitarnya pada tahun 2000, maka salah satu alternatif penomoran yang dapat digunakan untukopelanggan STBS GSM diKota Malang secara lengkap dapat dituliskan sebagaiberikut :
Bila operator jaringan adalah PT. Telkomsel :
            811 3(M2) 0000  sampai  811 3(M2) 1259
Bila operator jaringan adalah PT. Satelindo :
            816 3(M2) 0000  sampai   816 3(M2) 1259


BAB IV
PENUTUP



            Dari hasil perencanaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

4.1. KESIMPULAN

Ö Jumlah pelanggan STBS GSM di wilayah Malang dan sekitarnya pada tahun 2000 adalah 1260 pelanggan.
Ö Wilayah pelayanan yang direncanakan meliputi daerah Kota Malang dan sekitarnya dengan luas daerah sekitar 268 km2.
Ö Untuk mencakup wilayah pelayanan Kota Malang dan sekitarnya, diperlukan 6 buah sel  yang terdiri dari 3 sel omni dengan radius 3,896 km dan 3 sel sektor dengan radius 4,445 km.
Ö Pada tiap sel omni yang direncanakan digunakan sebuah BTS dengan daya pancar 10 Watt, dan satu buah antena omnidirectional  yang mempunyai gain 9 dB.
Ö Pada tiap  sel sektor yang direncanakan, digunakan seuah BTS dengan daya pancar 10 Watt, dengan tiga buah antena yang mempunyai sudut pengarahan 1200 dengan gain 11 dB.
Ö Lokasi BTS untuk sel omni adalah di daerah Batu, Ngandat dan Songsong.
Ö Lokasi BTS untuk sel sektor adalah di daerah Wringinanom, Pulesari, dan di Kandatel Malang.
Ö Jenis MS yang dapat digunakan di wilayah pelayanan yang direncanakan adalah MS dengan daya pancar minimum 2,5 Watt, yaitu minimal MS power class 3  yang mempunyai daya pancar maksimum 3 Watt. 

4.2. SARAN

Ö Dalam perhitungan prediksi level sinyal untuk mencari panjang radius sel yang dibutuhkan adalah dengan metode yang dikemukakan oleh Lee yang di dasarkan pada percoban- percobaan pengukuran yang dilakukan di negara-negara Eropa. Kondisi daerah sub urban di Eropa tentu berbeda dengan kondisi Indonesia, karena itu unutk perhitungan yang lebih akurat perlu dilakukan pengukuran level sinyal langsung dimasing-masing  tempat yang dimaksud sesuai dengan data perencanaan. Hal ini untuk mengetahui ketepatan hasil pengukuran dan perhitungan besarnya radius sel yang sesungguhnya diperlukan.

Ö Peramalan jumlah pelanggan STBS yang direncanakan, sebaiknya melibatkan pula perkiraan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita serta pengumpulan pendapat tentang minat dan kemampuan masyarakat untuk menggunakan jasa pelayanan telepon bergerak, tidak semata-mata didasarkan pada pertumbuhan pelanggan telepon tetap. 
  


DAFTAR PUSTAKA





Alcatel, 1993, Alcatel Elektrical Communication (2nd Quarter 1993) 54, rue La Boetie, Paris Cedex.

Anonim, 1984, International Forum of The First Technical Seminar on Telecomunications and Electronics, Jakarta, PT. Multi Media Promo.

Calhoun, George, 1992, Wireless Access and The Local Telephone Network, London Artech House Publishing.

Freeman, Roger L., 1991, Telecomunication Transmission System, Indiana, McGraw Hill Book Company.

Freeman, Roger L., 1993, Reference Manual for Telecomunication Engineering, New York, John Wiley and Sons Inc.

Lee, William C.Y., 1993, Mobile Cellular TElekomunication System, Indiana, McGraw Hill Book Company.

Lee, William C.Y., 1993, Mobile Communication Design Fundamentals, Indiana, McGraw Hill Book Company.

Mouly, Michel & Paulet, Marie Bernadette, 1992, The GSM System for Mobile Comunications, Paris, Palaiseau.

TELKOM, PT., 1994 Rencana Dasar Teknis National (FTP), Jakarta, Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi.

Winch, Robert G., 1993, Telecomunications Transmision System, Singapore, McGraw Hill Book Company.